Bandar Lampung — Newsintelijen.com // Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Profesi Satpam Indonesia (DPD APSI) Provinsi Lampung, Andri Meirdian Syarief, SE, SH, MH, menyesalkan tindakan sejumlah petugas keamanan (satpam) di lingkungan perumahan Villa Citra 1 dan 2, Bandar Lampung, yang diduga menahan Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik warga yang hendak masuk ke kawasan tersebut. Menurutnya, tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi melanggar sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Tindakan menahan identitas warga seperti KTP tanpa dasar kewenangan hukum yang jelas merupakan bentuk pelanggaran hak privasi dan perlindungan data pribadi. Satpam bukan penegak hukum, tidak memiliki kewenangan untuk menyita atau menahan dokumen identitas siapapun,” tegas Andri dalam keterangan resminya, Senin (12/5/2025).
Andri menjelaskan, praktik semacam ini berpotensi melanggar Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga untuk hidup aman dan memiliki perlindungan atas diri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda. Selain itu, tindakan tersebut juga berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), khususnya terkait pengumpulan dan penyimpanan data pribadi tanpa persetujuan yang sah.
Lebih lanjut, UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, terutama Pasal 94, secara tegas melarang penyalahgunaan dokumen kependudukan. Bahkan dalam konteks elektronik, penahanan data pribadi warga bisa dikenakan sanksi sesuai Pasal 32 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Jika data identitas tersebut disalahgunakan atau digunakan dalam sistem elektronik tanpa persetujuan, pelaku bisa dijerat dengan UU ITE dan UU PDP. Apalagi bila sampai dibuatkan dokumen palsu, maka bisa terkena Pasal 264 KUHP tentang pemalsuan akta otentik,” jelasnya.
Tak hanya itu, Andri juga menyoroti banyaknya satpam di Lampung, termasuk di perumahan elite, yang belum mengikuti pelatihan resmi dan belum mengantongi Kartu Tanda Anggota (KTA) Satpam, sebagaimana diwajibkan dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 4 Tahun 2020. Ia menyebut bahwa penggunaan atribut dan seragam satpam tanpa pelatihan dan sertifikasi resmi adalah bentuk pelanggaran serius terhadap aturan profesi.
“Penting bagi manajemen BUJP atau Badan Usaha Jasa Pengamanan untuk memastikan seluruh personel keamanannya telah mengikuti pelatihan dan sertifikasi resmi. Jika tidak, maka bisa mencoreng citra profesi satpam secara nasional,” ujarnya.
Andri berharap ke depan seluruh BUJP di Lampung mematuhi peraturan dan memberikan pelatihan yang layak kepada seluruh petugasnya agar tidak menimbulkan konflik hukum maupun pelanggaran hak warga sipil.
Jurnalis : Amanah