KARAWANG – Newsintelijen.com //
Jalan Tuparev Karawang kini berubah wajah: dari ruang publik menjadi “ATM berjalan” bagi oknum-oknum tak bertanggung jawab. Praktik parkir liar dan penguasaan trotoar oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan itu bukan hanya melanggar hukum, tapi secara terang-terangan menjarah hak rakyat dan merampok Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Karawang.
Praktisi hukum dan pengamat kebijakan publik, Asep Agustian, S.H., M.H. alias Askun, menyebut praktik tersebut sebagai bentuk keserakahan terorganisir yang diduga dilindungi oleh pembiaran aparat dan institusi terkait, khususnya Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
“Ini bukan lagi soal ketertiban. Ini adalah pembiaran terhadap kejahatan sistemik yang merugikan keuangan daerah setiap hari. Jalan umum disulap jadi alat bisnis oleh oknum rakus yang menarik pungutan liar tanpa karcis, tanpa sistem, tanpa tanggung jawab,” ujar Askun dengan nada tinggi, Selasa (13/5).
Ia menyebut praktik pungli di sepanjang Tuparev, dari Holland Bakery hingga Eng Siu Tong, sudah jelas melanggar Perda No. 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, yang mengatur kewajiban karcis resmi untuk setiap transaksi parkir.
“Parkir Rp2.000 per kendaraan dikalikan ratusan kendaraan per hari—kalau dihitung, potensi PAD di titik ini bisa mencapai miliaran per tahun. Tapi mana uangnya? Tidak masuk kas daerah. Ini jelas kejahatan,” tegasnya.
Sindikat Parkir Liar Harus Dibongkar
Askun mendesak Bapenda Karawang untuk berhenti tutup mata dan segera membongkar sindikat liar di balik pengelolaan parkir di kawasan strategis tersebut. Ia juga menuding ada kemungkinan persekongkolan antara oknum pengelola dan pihak-pihak dalam pemerintahan yang membiarkan kebocoran ini terus terjadi.
“Kalau ini dikelola pihak ketiga, mana transparansinya? Mana kontraknya? Jangan-jangan ini hasil kongkalikong yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Jangan diam! Ini kejahatan terhadap daerah,” ujarnya.
Ia pun mempertanyakan ke mana Dinas Perhubungan dan Satpol PP Karawang saat pelanggaran ini berlangsung terang-terangan setiap hari.
“Kalau mereka tidak bertindak, artinya ikut bermain atau sengaja membiarkan. Jangan sampai institusi daerah jadi pelindung premanisme berkedok pengelolaan parkir,” katanya.
Rakyat Terjepit, Pemerintah Kehilangan Wibawa
Selain keuangan daerah yang terkuras, rakyat kecil jadi korban nyata dari keserakahan ini. Trotoar, yang seharusnya jadi hak pejalan kaki, dikuasai pedagang. Kendaraan parkir sembarangan memicu kemacetan, dan tidak sedikit warga yang nyaris celaka.
“Trotoar itu milik rakyat, bukan lapak dagang. Jalan umum bukan mesin ATM pribadi. Kalau ini terus dibiarkan, rakyat kehilangan hak dasar, pemerintah kehilangan wibawa, dan daerah kehilangan miliaran rupiah,” pungkas Askun.
Ia meminta aparat penegak hukum dan Pemkab Karawang untuk segera bertindak tegas: usut, bongkar, dan adili para pelaku yang menjadikan jalan publik sebagai ladang cuan pribadi.
Jurnalis : Amanah…