Purbalingga, newsinteljen.com – Dugaan praktik pungutan liar kembali mencuat di SDN 1 Tlahab Kidul, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Iuran perpisahan kelas VI yang mencapai Rp450.000 per siswa, diklaim sebagai hasil “kesepakatan” paguyuban wali murid, komite sekolah, dan pihak sekolah, Berapapun nominalnya, pungutan ini adalah bentuk ketidakadilan yang mencederai semangat pendidikan gratis.
Klaim “kesepakatan” tersebut terasa hampa dan menipu. Bagaimana bisa kesepakatan dikatakan tercapai jika sejumlah wali murid terpaksa menelan pil pahit karena terhimpit tekanan dan ketidakberdayaan dihadapkan pada keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya? Kebebasan orang tua untuk menolak terbatas, sementara ancaman terselubung terhadap anak-anak mereka tampak jelas.
Dalam keterangan nya bu Elsa selalu ketua paguyuban wali murid menyampaikan biaya tambahan seperti penulisan ijazah, pembelian map, dan fotokopi ijazah dibebankan. Namun Setelah mendapat protes, dari salah satu wali murid biaya tersebut dihapus,jelasnya
Namun, munculnya iuran perpisahan dengan nominal fantastis menunjukkan upaya mencari jalan alternatif untuk memperoleh dana dengan cara yang tidak transparan dan menimpakan beban berat kepada orang tua.
Saat awak media meminta penjelasan ke pihak sekolah ( tidak mau menyebutkan nama) justru mengungkapkan sikap defensif dan menyalahkan wali murid yang menolak. Tuduhan provokasi dan adu domba yang dilontarkan oleh pihak sekolah adalah upaya menghindari pertanggungjawaban atas keputusan yang tidak adil dan tidak demokratis ini. Lebih parah lagi, tuduhan terhadap awak media yang dianggap menerima bayaran dari wali murid adalah bentuk intimidasi yang tidak patut dilakukan.
Rincian dana yang diberikan, Rp300.000 untuk sewa sound system, panggung, dan hadiah, serta Rp150.000 untuk proyektor, tidak menjelaskan secara rinci harga setiap item. Ketiadaan transparansi ini justru memperkuat dugaan adanya gelembung biaya yang merugikan orang tua. Apakah harga sewa sound system, panggung, dan hadiah sesuai dengan harga pasar? Apakah harga proyektor sudah sesuai dengan spesifikasi dan kualitasnya? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab secara terbuka dan transparan.
Kejadian ini bukan sekadar masalah iuran perpisahan. Ini adalah cerminan sistem yang bermasalah dalam manajemen keuangan sekolah. Ketiadaan transparansi, kurangnya partisipasi wali murid yang sebenarnya, dan upaya menghalalkan segala cara untuk memperoleh dana harus dihentikan. Pemerintah daerah dan instansi berwenang harus turun tangan untuk menyelidiki kasus ini secara mendalam dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab. Pendidikan gratis bukanlah sekadar janji di atas kertas, tetapi harus diwujudkan dalam kenyataan. SDN 1 Tlahab Kidul harus menjadi contoh bagaimana sistem yang bermasalah harus dibenahi dan dibersihkan dari praktik-praktik pungutan liar.
Jurnalis : Misto