Kembali Mencuat Kasus Kopi Sianida, OC Kaligis, Jessica Korban Salah Hukum! Jakarta, NewsIntelijen.com

Kembali Mencuat Kasus Kopi Sianida, OC Kaligis, Jessica Korban Salah Hukum!
Jakarta, NewsIntelijen.com

Bermula dari tayangan sebuah film dokumenter yang dirilis Netflix Indonesia yang berjudul Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso, membuat kasus kopi sianida yang dalam persidangannya menjerat Jessica Wongso sebagai pelaku serta Wayan Mirna Salihin sebagai korban, kembali mencuat ke jagat maya dan menjadi perbincangan publik. Dilansir dari Sorot Indonesia

Sekitar tujuh tahun silam, kasus ini begitu fenomenal, populer dengan sebutan kopi sianida(Kopi Mirna), hingga persidangannya pun langsung ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi, Media Online Nasional. Masyarakat saat itu bagaikan disuguhkan tayangan serial sinetron yang turut menguras emosi. Akhir ceritanya, pada tanggal 27 Oktober 2016, Jessica harus menerima vonis maksimal dari majelis hakim, 20 tahun hukuman penjara. Yang memberatkan hukuman Jessica adalah perbuatannya yang mengakibatkan korban meninggal, perbuatan Jessica adalah keji dan sadis karena dilakukan kepada teman sendiri, terdakwa tidak pernah menyesal, dan tidak mengakui perbuatan sendiri. Sementara hal yang meringankan ialah Jessica masih muda dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki perbuatannya di masa mendatang.

Publik pun saat itu membenci Jessica, walaupun pembuktian di pengadilan bagi sebagian kelompok pengamat dan pakar hukum dinilai belum memenuhi bukti hukum yang diharapkan.

Dengan mencuatnya kembali kasus kopi sianida ini, publik justru jadi bertanya-tanya, apakah Jessica benar-benar pembunuh Wayan Mirna Salihin?

Menyikapi hal tersebut, advokat senior Prof. Dr. O. C. Kaligis pun ikut menyampaikan buah pemikirannya terkait dengan kasus kopi sianida sebagai catatan. Pada tulisannya, ia merinci dalam sejumlah poin penting, termasuk kejanggalan-kejanggalannya, Selasa (10/10/2023).

1. Sebagai advokat saya ingin berpendapat mengenai Jessica yang divonis 20 tahun.

2. Dasar analisa saya adalah Pasal 184 KUHAP, Pasal 185 KUHAP.

3. Sebelum sidang dinyatakan terbuka untuk umum, Jessica telah divonis oleh media (framing.-red).

4. Media secara terus menerus memvonis melalui sumber beritanya, ayah Mirna. Ayah Mirna, Eddy Darmawan Salihin lah yang dengan lantang memutus di luar persidangan, bahwa si pembunuh Mirna pasti adalah Jessica.

5. Sebagian besar media percaya akan siaran pers sang ayah, Eddy Darmawan Salihin.

6. Sebelum sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, sebenarnya penggiringan opini bertentangan dengan Presumption of Innocence, asas praduga tak bersalah sesuai KUHAP yang para praktisi, mengakui sebagai Karya Agung, meninggalkan asas Presumption of Guilt peninggalan HIR, hasil karya si Penjajah.

7. Saya melihat video kejadian di locus delicti.

8. Dari yang dapat diikuti oleh publik, CCTV tak dapat membuktikan fakta hukum di saat Jessica dicurigai menaruh bubuk sianida di gelas Mirna.

9. Lalu bagaimana dengan kesaksian dari pelayan café ? Mereka pun di bawah sumpah tidak bisa memberi kesaksian bahwa mereka melihat Jessica menaruh bubuk sianida di gelas Mirna.

10. Dari pertemuan Jessica-Mirna, dimana kedatangan Jessica lebih dulu dari Mirna, kemudian lantas disimpulkan bahwa kedatangan Jessica lebih awal, karena adanya niat untuk mencelakakan Mirna, kesimpulan yang keliru ini pun tidak dapat dijadikan bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.

11. Pertanyaan berikutnya: Pelayan siapa yang memindahkan air ke botol sehingga Otto Hasibuan, pengacara Mirna, mempertanyakan keabsahan barang bukti?

12. Biasanya gelas atau botol air yang dipakai untuk kopi  Mirna, ketika air dipindahan ke botol, harus mengikuti tata cara yang diatur di Pasal 129 KUHAP.

13. Sementara semua kesaksian kabur, tidak jelas, bukan kesaksian fakta, ayah Mirna tak henti-hentinya melalui media menggiring opini bahwa pasti pelaku pembunuhan adalah Jessica.

14. Di persidangan dan dalam pembelaan pribadi Jessica, Jessica menolak keras sangkaan, tuduhan dirinya selaku pembunuh. Pasal 184 KUHAP: ”Keterangan terdakwa pun adalah bukti hukum“ yang harus menjadi pertimbangan hakim.

15. Bagi saya memang kasus pembunuhan kopi sianida, keputusannya berdasarkan kecurigaan. Atas dasar dari kecurigaan akhirnya hakim memutus bersalah Jessica. 

16. Padahal  tak seorang saksi fakta pun yang dapat memberi kesaksian bahwa mereka melihat Jessica menuangkan serbuk sianida ke cangkir Mirna.

17. Termasuk kesaksian para pekerja kedai kopi Olivier yang bertugas dan langsung berhadapan dengan Jessica- Mirna di Grand Indonesia.

18. Tak seorang pun yang melihat Jessica memasukkan serbuk sianida ke gelas Mirna.

19. Setelah acara minum kopi selesai, para pelayan pun pasti tidak sadar bahwa di gelas Mirna terdapat serbuk sianida.

20. Seandainya dari mereka para pelayan,  seorang pelayan saja  sadar akan adanya sianida, menurut hukum acara, gelas dan botol harus pada saat itu diamankan menunggu penyidik datang untuk melakukan Berita Acara Penyitaan, yang disertai kemudian dengan gelar perkara ditempat kejadian.

21. Harus jelas BA penyitaan gelas Mirna, lalu mengapa tiba-tiba dapat memutus bahwa gelas itulah gelas dimana Jessica menuangkan sianida?

Baca Juga :  Kebal Hukum, Terduga Pengeroyok Anggota Dishub, Pengusaha Seafood Ali Action Masih Bebas Berkeliaran

22. Apa gelas itu kosong atau ada sisa sisa kopi, kemudian disimpulkan adanya barang bukti gelas sianida? Berangkat dari kecurigaan barang bukti, lantas media menyimpulkan bahwa Jessica adalah pelaku tunggal.

23. Pengakuan dan penyangkalan Jessica sesuai Pasal 184 KUHAP juga termasuk bukti yang harus dipertimbangkan.

24. Sayangnya, pengakuan Jessica dan latar belakang Jessica yang tidak pernah terlibat kejahatan kekerasan tidak menjadi pertimbangan hakim.

25. Kesimpulan berdasarkan kurangnya saksi, bukti, atau bahkan tanpa bukti sama sekali, apalagi dengan hanya rekayasa keterangan media, dan apalagi dapat dipastikan bahwa ayah Mirna bukan yang langsung adalah saksi fakta, menyebabkan saya berkesimpulan berdasarkan pengalaman saya, bahwa Jessica adalah benar benar korban salah hukum.

26. Cerita dibalik kasus sianida. Di media kasus kematian Mirna dihubung-hubungkan dengan nilai asuransi sebesar 5 juga dollar Amerika, sehingga berita liar yang beredar adalah mungkin saja kematian Mirna agar yang berkepentingan dapat memperoleh jumlah asuransi tersebut.

27. Tentu pembuktian hubungan kematian dengan nilai asuransi Mirna, sangat sulit dibuktikan.

28. Sebelas kejanggalan kasus Jessica:

– Saksi Jessica Wongso, Beng Beng Ong dari Australia, ahli patologi forensik justru dilaporkan karena pelanggaran imigrasi yang mengakibatkan dideportasi dan dicekal masuk ke Indonesia selama 6 bulan.

– Ahli patologi forensik RSCM, Djaja Surya Atmadja sempat melihat wajah Mirna Salihin yang membiru setelah meninggal. Sedangkan orang yang meninggal akibat sianida seharusnya tidak membiru, tetapi memerah karena kadar sianida HBO2-nya tinggi.

– Tayangan media dinilai seolah menggiring opini publik untuk membenci Jessica Wongso.

– Dokter tidak menemukan adanya sianida dalam lambung Mirna Salihin selama memeriksa jenazahnya 70 menit.

– Namun, ahli toksikologi yang dihadirkan keluarga mengatakan ada 0,2 mg/liter sianida yang ditemukan dalam lambungnya setelah 3 hari meninggal dunia. Sedangkan sianida baru bisa menyebabkan kematian bila dosisnya mencapai 50-176 mg.

– Motif Jessica Wongso dalam membunuh Mirna Salihin juga belum jelas sampai sekarang.

– Jessica Wongso tetap dinyatakan bersalah meskipun tanpa motif dan bukti konkrit dirinya membunuh Mirna Salihin.

– Psikolog forensik, Reza Indragiri sempat mengatakan ada pihak tertentu yang mengintimidasi dan memberikan uang.

– Yudi Wibowo, legal tim juga sempat menyinggung no money, no justice.

– Ayah Mirna Salihin tuding Otto Hasibuan pakai uang untuk menghadapi kasus Jessica Wongso. Kemudian, Edi Darmawan mengaku juga memakai uang tapi tidak banyak.

– Wawancara dengan Jessica Wongso dalam film dokumenter tersebut dihentikan, karena dinilai sudah terlalu dalam.

”Karena kejanggalan itu, netizen berbalik mencurigai peran ayah Mirna Salihin dalam Kasus Kopi Sianida yang menjerat Jessica Wongso”.  Berdasarkan keraguan, seharusnya berlaku azas In Dubio Pro Reo. Dalam keragu-raguan Jessica harus dibebaskan.

29. Archie Williams dihukum selama 37 tahun, karena salah putusan hakim.

30. Dia (Archie Williams – red.) diselamatkan oleh Innocent Project. Sayangnya Indonesia sebagai Negara Hukum belum ada yang peduli untuk mendirikan Innocent Project.

31. Di Indonesia, wawancara Jessica pun dilarang Kalapas dengan alasan bahwa Jessica masih dalam taraf pembinaan.

32. Bukankah hak bicara yang adalah hak perdata Jessica, harus tetap melekat pada dirinya sebagai hak asasi yang bersangkutan? Vonis hakim tidak pernah melarang Jessica untuk berbicara di depan media.

33. Saya yakin bahwa di Indonesia pun telah terjadi salah vonis, seperti misalnya kasus eksekusi mati Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu.

34. Fabianus Tibo adalah seorang buta huruf yang tidak pernah punya massa.

35. Di saat keributan, Tibo dan kawan kawan melarikan diri dan bersembunyi di biara.

36. Adalah Kapolda Oegroseno yang menolak eksekusi mati, karena pemeriksaan lanjutan bukti bukti dan saksi saksi yang lagi berjalan, membuktikan bahwa di tempus dan lokus Delikti, Tibo dan kawan-kawan tidak berada di tempat kejadian.

37. Melalui vonis mati Tibo dan kawan kawan, pemeriksaan lanjutan dihentikan tanpa adanya berita lanjutan.

38. Bukan saja di Indonesia terjadi vonis keliru, seperti misalnya dalam kasus Sengkon dan Karta. Di dunia hukum pun terjadi hal yang sama.

39. Contohnya antara lain kasus Lindy Chamberlain yang di hukum seumur hidup dengan tuduhan membunuh anaknya Azaria di tahun 1982. Tahun 1988 Lindy dibebaskan berdasarkan putusan Pemerintah dan Royal Comission Australia.

40. Kasus Robert Balltovich di Kanada yang tahun 1992 dihukum seumur hidup. Tahun 1995 pembunuh sebenarnya bernama Paul Bernardo ditemukan sebagai pelaku sebenarnya. Akhirnya Robert dibebaskan. Masih banyak kasus salah vonis lainnya. “Tim”

Homepage » Berita »Mencuat Kembali Kasus Kopi Sianida, OC Kaligis : Jessica Korban Salah Hukum!

Baca Juga :  Kapolres Siak Gelar Apel Pasukan Dan Peralatan Dalam Rangka Kesiapsiagaan Penanganan Karhutla Diikuti Seluruh Personil Polres Siak

Mencuat Kembali Kasus Kopi Sianida, OC Kaligis : Jessica Korban Salah Hukum!

 

 

JAKARTA – Bermula dari tayangan sebuah film dokumenter yang dirilis  yang berjudul Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso, membuat kasus kopi sianida yang dalam persidangannya menjerat Jessica Wongso sebagai pelaku dan Wayan Mirna Salihin sebagai korban, kembali mencuat ke jagat maya dan menjadi perbincangan publik.

Sekitar tujuh tahun silam, kasus ini begitu fenomenal, populer dengan sebutan kopi sianida, hingga persidangannya pun ditayangkan langsung oleh sejumlah stasiun televisi. Masyarakat saat itu bagai disuguhkan tayangan serial sinetron yang turut menguras emosi. Akhir ceritanya, pada tanggal 27 Oktober 2016, Jessica harus menerima vonis maksimal dari majelis hakim, 20 tahun hukuman penjara. Yang memberatkan hukuman Jessica adalah perbuatannya yang mengakibatkan korban meninggal, perbuatan Jessica adalah keji dan sadis karena dilakukan kepada teman sendiri, terdakwa tidak pernah menyesal, dan tidak mengakui perbuatan sendiri. Sementara hal yang meringankan ialah Jessica masih muda dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki perbuatannya di masa mendatang.

Publik pun saat itu membenci Jessica, walaupun pembuktian di pengadilan bagi sebagian kelompok pengamat dan pakar hukum dinilai belum memenuhi bukti hukum yang diharapkan.

Dengan mencuatnya kembali kasus kopi sianida ini, publik justru jadi bertanya-tanya, apakah Jessica benar-benar pembunuh Wayan Mirna Salihin?

Menyikapi hal tersebut, advokat senior Prof. Dr. O. C. Kaligis pun ikut menyampaikan buah pemikirannya terkait dengan kasus kopi sianida sebagai catatan. Pada tulisannya, ia merinci dalam sejumlah poin penting, termasuk kejanggalan-kejanggalannya, Selasa (10/10/2023).

1. Sebagai advokat saya ingin berpendapat mengenai Jessica yang divonis 20 tahun.

2. Dasar analisa saya adalah Pasal 184 KUHAP, Pasal 185 KUHAP.

3. Sebelum sidang dinyatakan terbuka untuk umum, Jessica telah divonis oleh media (framing.-red).

4. Media secara terus menerus memvonis melalui sumber beritanya, ayah Mirna. Ayah Mirna, Eddy Darmawan Salihin lah yang dengan lantang memutus di luar persidangan, bahwa si pembunuh Mirna pasti adalah Jessica.

5. Sebagian besar media percaya akan siaran pers sang ayah, Eddy Darmawan Salihin.

6. Sebelum sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, sebenarnya penggiringan opini bertentangan dengan Presumption of Innocence, asas praduga tak bersalah sesuai KUHAP yang para praktisi, mengakui sebagai Karya Agung, meninggalkan asas Presumption of Guilt peninggalan HIR, hasil karya si Penjajah.

7. Saya melihat video kejadian di locus delicti.

8. Dari yang dapat diikuti oleh publik, CCTV tak dapat membuktikan fakta hukum di saat Jessica dicurigai menaruh bubuk sianida di gelas Mirna.

9. Lalu bagaimana dengan kesaksian dari pelayan café ? Mereka pun di bawah sumpah tidak bisa memberi kesaksian bahwa mereka melihat Jessica menaruh bubuk sianida di gelas Mirna.

10. Dari pertemuan Jessica-Mirna, dimana kedatangan Jessica lebih dulu dari Mirna, kemudian lantas disimpulkan bahwa kedatangan Jessica lebih awal, karena adanya niat untuk mencelakakan Mirna, kesimpulan yang keliru ini pun tidak dapat dijadikan bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.

11. Pertanyaan berikutnya: Pelayan siapa yang memindahkan air ke botol sehingga Otto Hasibuan, pengacara Mirna, mempertanyakan keabsahan barang bukti?

12. Biasanya gelas atau botol air yang dipakai untuk kopi  Mirna, ketika air dipindahan ke botol, harus mengikuti tata cara yang diatur di Pasal 129 KUHAP.

13. Sementara semua kesaksian kabur, tidak jelas, bukan kesaksian fakta, ayah Mirna tak henti-hentinya melalui media menggiring opini bahwa pasti pelaku pembunuhan adalah Jessica.

14. Di persidangan dan dalam pembelaan pribadi Jessica, Jessica menolak keras sangkaan, tuduhan dirinya selaku pembunuh. Pasal 184 KUHAP: ”Keterangan terdakwa pun adalah bukti hukum“ yang harus menjadi pertimbangan hakim.

15. Bagi saya memang kasus pembunuhan kopi sianida, keputusannya berdasarkan kecurigaan. Atas dasar dari kecurigaan akhirnya hakim memutus bersalah Jessica. 

16. Padahal  tak seorang saksi fakta pun yang dapat memberi kesaksian bahwa mereka melihat Jessica menuangkan serbuk sianida ke cangkir Mirna.

17. Termasuk kesaksian para pekerja kedai kopi Olivier yang bertugas dan langsung berhadapan dengan Jessica- Mirna di Grand Indonesia.

18. Tak seorang pun yang melihat Jessica memasukkan serbuk sianida ke gelas Mirna.

19. Setelah acara minum kopi selesai, para pelayan pun pasti tidak sadar bahwa di gelas Mirna terdapat serbuk sianida.

20. Seandainya dari mereka para pelayan,  seorang pelayan saja  sadar akan adanya sianida, menurut hukum acara, gelas dan botol harus pada saat itu diamankan menunggu penyidik datang untuk melakukan Berita Acara Penyitaan, yang disertai kemudian dengan gelar perkara ditempat kejadian.

Baca Juga :  BAHU JALAN DEPAN TOKO TITA MENUAI MASAALAH

21. Harus jelas BA penyitaan gelas Mirna, lalu mengapa tiba-tiba dapat memutus bahwa gelas itulah gelas dimana Jessica menuangkan sianida?

22. Apa gelas itu kosong atau ada sisa sisa kopi, kemudian disimpulkan adanya barang bukti gelas sianida? Berangkat dari kecurigaan barang bukti, lantas media menyimpulkan bahwa Jessica adalah pelaku tunggal.

23. Pengakuan dan penyangkalan Jessica sesuai Pasal 184 KUHAP juga termasuk bukti yang harus dipertimbangkan.

24. Sayangnya, pengakuan Jessica dan latar belakang Jessica yang tidak pernah terlibat kejahatan kekerasan tidak menjadi pertimbangan hakim.

25. Kesimpulan berdasarkan kurangnya saksi, bukti, atau bahkan tanpa bukti sama sekali, apalagi dengan hanya rekayasa keterangan media, dan apalagi dapat dipastikan bahwa ayah Mirna bukan yang langsung adalah saksi fakta, menyebabkan saya berkesimpulan berdasarkan pengalaman saya, bahwa Jessica adalah benar benar korban salah hukum.

26. Cerita dibalik kasus sianida. Di media kasus kematian Mirna dihubung-hubungkan dengan nilai asuransi sebesar 5 juga dollar Amerika, sehingga berita liar yang beredar adalah mungkin saja kematian Mirna agar yang berkepentingan dapat memperoleh jumlah asuransi tersebut.

27. Tentu pembuktian hubungan kematian dengan nilai asuransi Mirna, sangat sulit dibuktikan.

28. Sebelas kejanggalan kasus Jessica:

– Saksi Jessica Wongso, Beng Beng Ong dari Australia, ahli patologi forensik justru dilaporkan karena pelanggaran imigrasi yang mengakibatkan dideportasi dan dicekal masuk ke Indonesia selama 6 bulan.

– Ahli patologi forensik RSCM, Djaja Surya Atmadja sempat melihat wajah Mirna Salihin yang membiru setelah meninggal. Sedangkan orang yang meninggal akibat sianida seharusnya tidak membiru, tetapi memerah karena kadar sianida HBO2-nya tinggi.

– Tayangan media dinilai seolah menggiring opini publik untuk membenci Jessica Wongso.

– Dokter tidak menemukan adanya sianida dalam lambung Mirna Salihin selama memeriksa jenazahnya 70 menit.

– Namun, ahli toksikologi yang dihadirkan keluarga mengatakan ada 0,2 mg/liter sianida yang ditemukan dalam lambungnya setelah 3 hari meninggal dunia. Sedangkan sianida baru bisa menyebabkan kematian bila dosisnya mencapai 50-176 mg.

– Motif Jessica Wongso dalam membunuh Mirna Salihin juga belum jelas sampai sekarang.

– Jessica Wongso tetap dinyatakan bersalah meskipun tanpa motif dan bukti konkrit dirinya membunuh Mirna Salihin.

– Psikolog forensik, Reza Indragiri sempat mengatakan ada pihak tertentu yang mengintimidasi dan memberikan uang.

– Yudi Wibowo, legal tim juga sempat menyinggung no money, no justice.

– Ayah Mirna Salihin tuding Otto Hasibuan pakai uang untuk menghadapi kasus Jessica Wongso. Kemudian, Edi Darmawan mengaku juga memakai uang tapi tidak banyak.

– Wawancara dengan Jessica Wongso dalam film dokumenter tersebut dihentikan, karena dinilai sudah terlalu dalam.

”Karena kejanggalan itu, netizen berbalik mencurigai peran ayah Mirna Salihin dalam Kasus Kopi Sianida yang menjerat Jessica Wongso”.  Berdasarkan keraguan, seharusnya berlaku azas In Dubio Pro Reo. Dalam keragu-raguan Jessica harus dibebaskan.

29. Archie Williams dihukum selama 37 tahun, karena salah putusan hakim.

30. Dia (Archie Williams – red.) diselamatkan oleh Innocent Project. Sayangnya Indonesia sebagai Negara Hukum belum ada yang peduli untuk mendirikan Innocent Project.

31. Di Indonesia, wawancara Jessica pun dilarang Kalapas dengan alasan bahwa Jessica masih dalam taraf pembinaan.

32. Bukankah hak bicara yang adalah hak perdata Jessica, harus tetap melekat pada dirinya sebagai hak asasi yang bersangkutan? Vonis hakim tidak pernah melarang Jessica untuk berbicara di depan media.

33. Saya yakin bahwa di Indonesia pun telah terjadi salah vonis, seperti misalnya kasus eksekusi mati Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu.

34. Fabianus Tibo adalah seorang buta huruf yang tidak pernah punya massa.

35. Di saat keributan, Tibo dan kawan kawan melarikan diri dan bersembunyi di biara.

36. Adalah Kapolda Oegroseno yang menolak eksekusi mati, karena pemeriksaan lanjutan bukti bukti dan saksi saksi yang lagi berjalan, membuktikan bahwa di tempus dan lokus Delikti, Tibo dan kawan-kawan tidak berada di tempat kejadian.

37. Melalui vonis mati Tibo dan kawan kawan, pemeriksaan lanjutan dihentikan tanpa adanya berita lanjutan.

38. Bukan saja di Indonesia terjadi vonis keliru, seperti misalnya dalam kasus Sengkon dan Karta. Di dunia hukum pun terjadi hal yang sama.

39. Contohnya antara lain kasus Lindy Chamberlain yang di hukum seumur hidup dengan tuduhan membunuh anaknya Azaria di tahun 1982. Tahun 1988 Lindy dibebaskan berdasarkan putusan Pemerintah dan Royal Comission Australia.

40. Kasus Robert Balltovich di Kanada yang tahun 1992 dihukum seumur hidup. Tahun 1995 pembunuh sebenarnya bernama Paul Bernardo ditemukan sebagai pelaku sebenarnya. Akhirnya Robert dibebaskan. Masih banyak kasus salah vonis lainnya. “Tim”

Array
Related posts
Tutup
Tutup