Oleh : Red
Tapsel-Sumut//News .intelijen .com
Terkait pembangunan proyek strategis nasional PLTA si Marboru Kabupaten Tapanuli Selatan banyak ditemukan kejanggalan baik tentang ganti rugi lahan pertapakan PLTA yang menelan biaya lebih kurang 27 triliun rupiah yang sudah berjalan beberapa tahun serta banyak menimbulkan polemik dan dugaan pelanggaran hukum.
Adnan Nasusution pegiat dan aktivis Tabagsel mengatakan kepada awak media terkait adanya pembangunan mega proyek PLTA si Marboru yang banyak ditemukan kejanggalan seperti tentang ganti rugi lahan pertapakan PLTA yang diduga melanggar hukum dan/atau terkesan cacat hukum, seperti halnya terkait pembuatan surat sertifikat tanah warga dan kelompok tani.
Demikian juga alas dalam suatu penerbitan sertifikat tanah yang di anggap sah, yang jelas tidak sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku
Terkait penerbitan sertifikat tanah HGB hak guna bangunan yang dikeluarkan badan pertanahan nasional Kabupaten Tapanuli Selatan yang tidak sesuai prosedur yang berlaku.
Disamping itu sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN Tapsel hanya berdasarkan surat yang dikeluarkan notaris dengan bentuk surat warmeking dimana hal tersebut tidak bisa menjadi dasar hukum tetap, karena hak komunal atas tanah belum jelas dan hal ini terkesan direkayasa oleh oknum oknum tertentu yang mengatasnamakan Raja Luat dan Raja adat sementara lahan tersebut berada dikawasan hutan lindung.
Ditambah lagi warga yang mendapatkan ganti rugi lahan tersebut banyak dari luar daerah sementara masih banyak masyarakat setempat yang sampai saat ini tidak mendapatkan ganti rugi lahan yang peruntukan pada PLTA.
Seperti baru-baru ini banyak diberitakan media online dan cetak bahkan sudah sampai ke para elit politik dan tokoh masyarakat akan tetapi para penegak hukum terkesan tutup mata, tegasnya
Lanjut Adnan mengatakan pembangunan mega proyek PLTA seharusnya memberikan dampak positif bagi masyarakat yang berada disekitar PLTA bukan menjadi memiskinkan masyarakat karena kebun karet yang sudah dikuasai PLTA dengan tidak mendapatkan ganti rugi, ironisnya masyarakat yang dari luar daerah mendapatkan ganti rugi, imbuhnya.
Kepala BPN Tapsel Zulpikar Imon sudah kami konfirmasi melalui pesan singkat namun tidak ada jawaban maka kami akan segera melanjutkannya ke ranah hukum yang berlaku karena diduga kuat kepala BPN Tapsel menerima komisi dari setiap penerbitan surat HGB tersebut, tegasnya
Pihak BPN Tapsel ketika dikonfirmasi oleh awak media melalui watshaf tidak ada jawaban walaupun sudah centang biru tanda sudah dibaca namun juga tidak ada jawaban sampai berita ini ditayangkan
(Marlis Sikumbang)